Jumat, 20 September 2013

Gerakan Israel Setelah Negara Palestina Diakui PBB


Ada-ada saja cara Israel untuk merebut perhatian dunia. Pasca kekalahan di Forum PBB dengan diakuinya Palestina 'negara pengamat non anggota', negara zionis itu membuat gebrakan baru. Pada Sabtu (1/12/2012), pemerintah Israel mengumumkan akan membangun lebih dari 3.000 unit perumahan baru di wilayah pendudukan Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
Menurut sumber Israel yang dikutip Reuters, Sabtu 1 Desember 2012, pemerintah zionis berencana membangun ribuan rumah lainnya di wilayah yang sensitif, tak jauh dari Yerusalem. Banyak pihak menilai, aksi negara zionis itu merupakan bentuk "hukuman" dari Israel atas keberhasilan Palestina meningkatkan status mereka di PBB.
Menanggapi rencana tersebut, banyak pemimpin negara terkaget-kaget. Bahkan negara-negara Barat yang notabene menjadi sekutu Amerika selaku pelindung Israel, sempat marah. Mereka mengatakan bahwa langkah Israel akan semakin memperkeruh hubungan dengan Palestina.
Tak kurang, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pun menyebut, Israel akan membuat perundingan damai dengan Palestina semakin mengalami kemunduran. "Pemerintah AS, seperti yang sudah-sudah, menegaskan kepada Israel bahwa aktivitas ini akan merusak rencana perundingan damai," kata Clinton, seperti dilansir CNN, Sabtu lalu.
Protes yang sama juga dilayangkan oleh Menlu Inggris William Hague dalam pernyataannya. Dia menegaskan bahwa pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat ilegal karena melanggar hukum internasional dan akan merusak kepercayaan dari negara-negara pendukung.
"Jika dilakukan, rencana ini akan membuat solusi dua negara, dengan Yerusalem sebagai ibukota bersama, semakin sulit tercapai. Hal ini juga akan semakin merusak reputasi internasional Israel dan membuat banyak pihak meragukan komitmen negara ini dalam berdamai dengan Palestina," katanya.
Sementara itu, Menlu Prancis Laurent Fabius menyebut bahwa pemukiman Yahudi yang dibangun Israel adalah zona kolonialisasi baru. Sama dengan dua menlu Barat lainnya, Fabius juga mengecam rencana Israel tersebut yang menurutnya akan menyulitkan proses perundingan sebelumnya. "Saya menyerukan pemerintah Israel menghentikan langkah ini dan menunjukkan keinginan mereka untuk melanjutkan perundingan," kata Fabius.
Sebelumnya Israel dan sekutunya, Amerika Serikat, menelan  pil pahit saat mengalami kekalahan di majelis umum PBB Kamis (29/11/2012) lalu. Sebanyak 138 negara anggota PBB menyetujui peningkatan status Palestina dari entitas menjadi negara non-anggota. Hanya sembilan negara yang menolak, termasuk di antaranya AS dan Israel.
Dengan status baru ini, Palestina bisa bergabung dengan Mahkamah Kriminal Internasional dan menggugat kekerasan yang dilakukan Israel, termasuk penyerobotan lahan dengan membangun pemukiman. Saat ini, sekitar 500.000 warga Yahudi tinggal di lebih dari 100 pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Hasil tersebut sudah cukup menggambarkan dukungan mayoritas anggota Majelis Umum PBB soal status Palestina di forum dunia itu. Berkat sidang itu, Palestina naik derajat, dari sekadar 'entitas pengamat' menjadi 'negara pengamat non anggota'.
Bagi delegasi Palestina, hasil itu adalah kemenangan bangsa, dan sejarah baru perjuangan mereka. Hasil sidang Majelis Umum itu menyiratkan PBB --yang beranggotakan 193 negara --akhirnya mengakui Palestina sebagai negara berdaulat di tengah perjuangan mereka melawan tekanan Israel, yang telah berlangsung puluhan tahun. 
Tak heran bila Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, ikut bertepuk tangan dan merangkul para anggota delegasinya di ruang sidang Markas Besar PBB. Pejabat lain mengibarkan bendera Palestina sambil disambut tepuk tangan delegasi negara-negara lain. Keriuhan itu bagaikan kemenangan dari suatu pertandingan.
Bagi Presiden Abbas, hasil dari sidang Majelis Umum ini merupakan "akta lahir" bagi Negara Palestina. Apalagi akta lahir itu dikeluarkan pada momen cukup istimewa. "Hari ini, tepat pada 65 tahun lalu, Sidang Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 181, yang membelah tanah bersejarah Palestina menjadi dua negara, dan menjadi akta lahir bagi Israel," kata Abbas kepada para hadirin, yang menyambutnya bertepuk tangan sambil berdiri (standing ovation) usai pemungutan suara.
Ya, pada tangggal yang sama 65 tahun silam (persisnya 29/11/1947), sidang PBB mendukung berdirinya negara zionis Israel. Kini, kejadian serupa berulang, tapi kali ini applaus untuk negara Palestina. Meskipun masih belum berstatus anggota, tapi setidaknya "akta lahir" negara Palestina sudah diberikan oleh PBB.
Pada saat yang sama, ribuan bendera nasional Palestina berkibar di tepi Barat dan Jalur Gaza. Mereka menyalakan kembang api, dan menari di jalanan setelah mendengar hasil sidang di New York, AS. "Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya saat ini. Mirip bertemu ujung dari suatu terowongan gelap. Dengan diakuinya negara Palestina, kami bersatu sebagai rakyat dan pemimpin," kata seorang warga bernama Laila Jaman di Kota Ramallah, seperti dilansir CNN, Kamis (29/11/2012).
Di Hebron, Nablus dan Jenin, rakyat Palestina memadati jalan-jalan utama. Banyak juga yang menaiki atap-atap rumah dan balkon mereka, bernyanyi dan berteriak melalui pengeras suara sembari mengibarkan bendera Palestina.
Nasser Abdel Hadi, pemilik sebuah restoran terkenal di Ramallah memasak pizza berwarna merah, putih, hijau, dan hitam, warna-warna bendera Palestina. "Apa yang dilakukan Israel dalam 69 tahun terakhir adalah kriminal. Mereka mengambil tanah kami, anak-anak kami dan masa depan kami. Pertarungannya sekarang ada di PBB," kata Hadi seperti dikutip kantor berita Reuters.
Pengakuan dari PBB atas negara Palestona tidak hanya disambut suka cita oleh rakyat di jalur Gaza. Warga dunia pun turut bersuka cita. Termasuk Otoritas Gereja Katolik di Vatikan. Ini menandakan bahwa konflik di Timur Tengah itu bukanlah masalah ideologi, apalagi agama. Melainkan tragedi kemanusiaan yang telah menimbulkan simpati dunia dari latar belakang apapun.
Itulah sebabnya Vatikan menyambut baik pengakuan implisit PBB bagi kedaulatan negara Palestina. "Paus menyambut baik keputusan Majelis Umum, yang secara mayoritas menyetujui resolusi mengangkat status Otoritas Palestina di PBB dari 'entitas' menjadi negara non anggota," demikian pernyataan Vatikan, seperti dikutip kantor berita Reuters. Vatikan juga mencatat, dengan demikian status Palestina di PBB sama dengan mereka, yaitu negara pengamat non anggota. 
Dengan status barunya ini, Palestina punya hak menghadiri sidang-sidang PBB. Bahkan, bila diminta, delegasi Palestina bisa menyampaikan pandangannya atas isu apapun. Untuk menjadi negara non-anggota di Majelis Umum tidak perlu melalui voting di Dewan Keamanan yang sudah pasti akan diveto oleh Amerika Serikat. Hal ini pernah dialami Palestina tahun lalu saat berupaya menjadi negara anggota PBB.
Menurut Profesor di Universitas London fakultas Studi Oriental dan Afrika, Scobbie, pengakuan kali ini akan membuat daya tawar Palestina terhadap Israel menjadi lebih tinggi. "Palestina bisa menjadi anggota dari badan-badan PBB. Selain itu, yang paling ditakutkan Israel, Palestina bisa mengajukan diri menjadi anggota Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)," ujar Scobbie, seperti dilansir CNN.
Menurut Scobbie, dengan keanggotaan di ICC, Palestina bisa mengajukan gugatan terhadap kejahatan Israel di Gaza dan Tepi Barat. Palestina juga bisa menyeret Israel ke ICC atas kejahatan perang. Sebelumnya pada April lalu, ICC menolak permintaan Palestina untuk menyelidiki Perang Gaza tahun 2008-2009 karena tidak dianggap sebagai negara.
"Jika Palestina sukses bergabung dengan ICC, maka akan jadi masalah besar bagi Israel yang melakukan operasi militer di Tepi Barat dan Gaza. Jika ICC mengeluarkan perintah penangkapan, maka warga Israel yang keluar dari negara itu bisa ditangkap," kata Scobbie.
Nah, bagi kubu lawan, kemajuan yang dicapai Palestina itu membuat mereka ketar ketir. Terutama, yang paling galau adalah Israel dan sekutu terdekatnya, Amerika. Tidak heran bila pemerintahan Barack Obama mengancam akan memotong dana bantuan bagi badan PBB yang menerima Palestina sebagai anggota, seperti yang dialami lembaga PBB untuk pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) tahun lalu. Amerika merupakan pendonor terbesar Palestina.
Menurut stasiun berita BBC, Duta Besar Israel untuk PBB, Ron Prosor, mengungkapkan alasan mereka tak mendukung upaya Palestina di PBB. "Satu-satunya cara mencapai damai adalah perjanjian kedua belah pihak (Palestina-Israel), bukan di PBB. Tak ada satupun keputusan PBB yang bisa memutuskan ikatan 4.000 tahun antara rakyat Israel dengan tanah Israel," tegasnya.
Kubu penentang hasil voting Majelis Umum PBB tersebut berargumen, Palestina seharusnya mengambil langkah negosiasi bilateral untuk menyelesaikan sengketa batas negara dengan Israel, seperti yang ditetapkan dalam Kesepakatan Damai Oslo tahun 1993, dasar berdirinya Otoritas Palestina.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga angkat bicara. Melalui akunnya di laman jejaring sosial Twitter, Netanyahu menilai Palestina telah melanggar perjanjian dengan Israel karena mencari dukungan ke PBB. "Kami akan mengambil tindakan yang sesuai," katanya.
Dan perlawanan Israel pun langsung ditunjukkan dengan pembangunan kawasan pemukiman ilegal. Disebut ilegal karena di mata dunia, kawasan tersebut masuk dalam area pendudukan Israel atas Palestina. Jadi, perjuangan rakyat Palestina masing panjang. (HP)




0 komentar:

Posting Komentar

 
;