Ada-ada saja cara
Israel untuk merebut perhatian dunia. Pasca kekalahan di Forum PBB dengan diakuinya
Palestina 'negara pengamat non anggota', negara zionis itu membuat gebrakan
baru. Pada Sabtu (1/12/2012), pemerintah Israel mengumumkan akan membangun
lebih dari 3.000 unit perumahan baru di wilayah pendudukan Yerusalem Timur dan
Tepi Barat.
Menurut sumber
Israel yang dikutip Reuters, Sabtu 1 Desember 2012, pemerintah zionis berencana
membangun ribuan rumah lainnya di wilayah yang sensitif, tak jauh dari
Yerusalem. Banyak pihak menilai, aksi negara zionis itu merupakan bentuk
"hukuman" dari Israel atas keberhasilan Palestina meningkatkan status
mereka di PBB.
Menanggapi rencana
tersebut, banyak pemimpin negara terkaget-kaget. Bahkan negara-negara Barat
yang notabene menjadi sekutu Amerika selaku pelindung Israel, sempat marah.
Mereka mengatakan bahwa langkah Israel akan semakin memperkeruh hubungan dengan
Palestina.
Tak kurang, Menteri
Luar Negeri AS Hillary Clinton pun menyebut, Israel akan membuat perundingan
damai dengan Palestina semakin mengalami kemunduran. "Pemerintah AS,
seperti yang sudah-sudah, menegaskan kepada Israel bahwa aktivitas ini akan
merusak rencana perundingan damai," kata Clinton, seperti dilansir CNN,
Sabtu lalu.
Protes yang sama
juga dilayangkan oleh Menlu Inggris William Hague dalam pernyataannya. Dia
menegaskan bahwa pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat ilegal karena
melanggar hukum internasional dan akan merusak kepercayaan dari negara-negara
pendukung.
"Jika
dilakukan, rencana ini akan membuat solusi dua negara, dengan Yerusalem sebagai
ibukota bersama, semakin sulit tercapai. Hal ini juga akan semakin merusak
reputasi internasional Israel dan membuat banyak pihak meragukan komitmen
negara ini dalam berdamai dengan Palestina," katanya.
Sementara itu, Menlu
Prancis Laurent Fabius menyebut bahwa pemukiman Yahudi yang dibangun Israel
adalah zona kolonialisasi baru. Sama dengan dua menlu Barat lainnya, Fabius
juga mengecam rencana Israel tersebut yang menurutnya akan menyulitkan proses
perundingan sebelumnya. "Saya menyerukan pemerintah Israel menghentikan
langkah ini dan menunjukkan keinginan mereka untuk melanjutkan
perundingan," kata Fabius.
Sebelumnya Israel
dan sekutunya, Amerika Serikat, menelan pil pahit saat mengalami
kekalahan di majelis umum PBB Kamis (29/11/2012) lalu. Sebanyak 138 negara
anggota PBB menyetujui peningkatan status Palestina dari entitas menjadi negara
non-anggota. Hanya sembilan negara yang menolak, termasuk di antaranya AS dan
Israel.
Dengan status baru
ini, Palestina bisa bergabung dengan Mahkamah Kriminal Internasional dan
menggugat kekerasan yang dilakukan Israel, termasuk penyerobotan lahan dengan
membangun pemukiman. Saat ini, sekitar 500.000 warga Yahudi tinggal di lebih
dari 100 pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Hasil tersebut sudah
cukup menggambarkan dukungan mayoritas anggota Majelis Umum PBB soal status
Palestina di forum dunia itu. Berkat sidang itu, Palestina naik derajat, dari
sekadar 'entitas pengamat' menjadi 'negara pengamat non anggota'.
Bagi delegasi
Palestina, hasil itu adalah kemenangan bangsa, dan sejarah baru perjuangan
mereka. Hasil sidang Majelis Umum itu menyiratkan PBB --yang beranggotakan 193
negara --akhirnya mengakui Palestina sebagai negara berdaulat di tengah
perjuangan mereka melawan tekanan Israel, yang telah berlangsung puluhan
tahun.
Tak heran bila Presiden
Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, ikut bertepuk tangan dan merangkul para
anggota delegasinya di ruang sidang Markas Besar PBB. Pejabat lain mengibarkan
bendera Palestina sambil disambut tepuk tangan delegasi negara-negara lain.
Keriuhan itu bagaikan kemenangan dari suatu pertandingan.
Bagi Presiden Abbas, hasil dari sidang Majelis Umum ini
merupakan "akta lahir" bagi Negara Palestina. Apalagi akta lahir itu
dikeluarkan pada momen cukup istimewa. "Hari ini, tepat pada 65 tahun
lalu, Sidang Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 181, yang membelah tanah
bersejarah Palestina menjadi dua negara, dan menjadi akta lahir bagi
Israel," kata Abbas kepada para hadirin, yang menyambutnya bertepuk tangan
sambil berdiri (standing ovation) usai pemungutan
suara.
Ya, pada tangggal
yang sama 65 tahun silam (persisnya 29/11/1947), sidang PBB mendukung
berdirinya negara zionis Israel. Kini, kejadian serupa berulang, tapi kali ini
applaus untuk negara Palestina. Meskipun masih belum berstatus anggota, tapi
setidaknya "akta lahir" negara Palestina sudah diberikan oleh PBB.
Pada saat yang sama,
ribuan bendera nasional Palestina berkibar di tepi Barat dan Jalur Gaza. Mereka
menyalakan kembang api, dan menari di jalanan setelah mendengar hasil sidang di
New York, AS. "Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya saat ini.
Mirip bertemu ujung dari suatu terowongan gelap. Dengan diakuinya negara
Palestina, kami bersatu sebagai rakyat dan pemimpin," kata seorang warga
bernama Laila Jaman di Kota Ramallah, seperti dilansir CNN, Kamis (29/11/2012).
Di Hebron, Nablus
dan Jenin, rakyat Palestina memadati jalan-jalan utama. Banyak juga yang
menaiki atap-atap rumah dan balkon mereka, bernyanyi dan berteriak melalui
pengeras suara sembari mengibarkan bendera Palestina.
Nasser Abdel Hadi,
pemilik sebuah restoran terkenal di Ramallah memasak pizza berwarna merah,
putih, hijau, dan hitam, warna-warna bendera Palestina. "Apa yang
dilakukan Israel dalam 69 tahun terakhir adalah kriminal. Mereka mengambil
tanah kami, anak-anak kami dan masa depan kami. Pertarungannya sekarang ada di
PBB," kata Hadi seperti dikutip kantor berita Reuters.
Pengakuan dari PBB
atas negara Palestona tidak hanya disambut suka cita oleh rakyat di jalur Gaza.
Warga dunia pun turut bersuka cita. Termasuk Otoritas Gereja Katolik di
Vatikan. Ini menandakan bahwa konflik di Timur Tengah itu bukanlah masalah
ideologi, apalagi agama. Melainkan tragedi kemanusiaan yang telah menimbulkan
simpati dunia dari latar belakang apapun.
Itulah sebabnya
Vatikan menyambut baik pengakuan implisit PBB bagi kedaulatan negara Palestina.
"Paus menyambut baik keputusan Majelis Umum, yang secara mayoritas
menyetujui resolusi mengangkat status Otoritas Palestina di PBB dari 'entitas'
menjadi negara non anggota," demikian pernyataan Vatikan, seperti dikutip
kantor berita Reuters. Vatikan juga mencatat, dengan demikian status Palestina
di PBB sama dengan mereka, yaitu negara pengamat non anggota.
Dengan status
barunya ini, Palestina punya hak menghadiri sidang-sidang PBB. Bahkan, bila
diminta, delegasi Palestina bisa menyampaikan pandangannya atas isu apapun.
Untuk menjadi negara non-anggota di Majelis Umum tidak perlu melalui voting di
Dewan Keamanan yang sudah pasti akan diveto oleh Amerika Serikat. Hal ini
pernah dialami Palestina tahun lalu saat berupaya menjadi negara anggota PBB.
Menurut Profesor di
Universitas London fakultas Studi Oriental dan Afrika, Scobbie, pengakuan kali
ini akan membuat daya tawar Palestina terhadap Israel menjadi lebih tinggi.
"Palestina bisa menjadi anggota dari badan-badan PBB. Selain itu, yang
paling ditakutkan Israel, Palestina bisa mengajukan diri menjadi anggota
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)," ujar Scobbie, seperti dilansir
CNN.
Menurut Scobbie,
dengan keanggotaan di ICC, Palestina bisa mengajukan gugatan terhadap kejahatan
Israel di Gaza dan Tepi Barat. Palestina juga bisa menyeret Israel ke ICC atas
kejahatan perang. Sebelumnya pada April lalu, ICC menolak permintaan Palestina
untuk menyelidiki Perang Gaza tahun 2008-2009 karena tidak dianggap sebagai negara.
"Jika Palestina
sukses bergabung dengan ICC, maka akan jadi masalah besar bagi Israel yang
melakukan operasi militer di Tepi Barat dan Gaza. Jika ICC mengeluarkan
perintah penangkapan, maka warga Israel yang keluar dari negara itu bisa
ditangkap," kata Scobbie.
Nah, bagi kubu
lawan, kemajuan yang dicapai Palestina itu membuat mereka ketar ketir.
Terutama, yang paling galau adalah Israel dan sekutu terdekatnya, Amerika.
Tidak heran bila pemerintahan Barack Obama mengancam akan memotong dana bantuan
bagi badan PBB yang menerima Palestina sebagai anggota, seperti yang dialami
lembaga PBB untuk pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) tahun lalu. Amerika
merupakan pendonor terbesar Palestina.
Menurut stasiun
berita BBC, Duta Besar Israel untuk PBB, Ron Prosor, mengungkapkan alasan
mereka tak mendukung upaya Palestina di PBB. "Satu-satunya cara mencapai
damai adalah perjanjian kedua belah pihak (Palestina-Israel), bukan di PBB. Tak
ada satupun keputusan PBB yang bisa memutuskan ikatan 4.000 tahun antara rakyat
Israel dengan tanah Israel," tegasnya.
Kubu penentang hasil
voting Majelis Umum PBB tersebut berargumen, Palestina seharusnya mengambil
langkah negosiasi bilateral untuk menyelesaikan sengketa batas negara dengan
Israel, seperti yang ditetapkan dalam Kesepakatan Damai Oslo tahun 1993, dasar
berdirinya Otoritas Palestina.
Perdana Menteri
Israel, Benjamin Netanyahu, juga angkat bicara. Melalui akunnya di laman
jejaring sosial Twitter, Netanyahu menilai Palestina telah melanggar perjanjian
dengan Israel karena mencari dukungan ke PBB. "Kami akan mengambil
tindakan yang sesuai," katanya.
Dan perlawanan Israel pun langsung ditunjukkan dengan
pembangunan kawasan pemukiman ilegal. Disebut ilegal karena di mata dunia,
kawasan tersebut masuk dalam area pendudukan Israel atas Palestina. Jadi,
perjuangan rakyat Palestina masing panjang. (HP)
0 komentar:
Posting Komentar